Kamis, 17 Oktober 2013

Peta Nganjuk


Peta diatas menunjukkan potensi yang terdapat di Kabupaten Nganjuk
Peta diatas menjukkan peta infrastruktur kabupaten Nganjuk

Makanan Khas Kota Nganjuk


1. Nasi Becek

Nasi becek adalah hidangan khas yang berasal dari Nganjuk, Jawa Timur, Indonesia. Di tempat asalnya hidangan ini dikenal dengan nama sego becek.

Nasi Becek, hidangan khas dari Nganjuk, Jawa Timur

Sego becek adalah hidangan yang mirip dengan kari/kare kambing. Isi dari sego becek nyaris serupa dengan soto babat, namun diberi potongan sate kambing yang telah dilucuti dari tusuk satenya. Daging yang dipilih adalah daging kambing. Tidak lupa diberi potongan bawang merah yang menambah kenikmatan rasa hidangan ini.
Secara keseluruhan, rasanya mungkin cenderung mirip dengan mayoritas makanan sejenis yang berkembang di daerah Solo, Jawa Tengah. Cenderung manis dan tidak asin, berbeda dengan umumnya hidangan utama ala Jawa Timuran yang cenderung asin.
Saat tulisan ini dibuat, seporsi hidangan ini dijual seharga Rp 10.000. Cukup murah untuk ukuran makanan khas disana. Para penjual sego becek biasanya dapat dengan mudah di jumpai didaerah sekitar jalan Dr. Soetomo di kota Nganjuk.


2. Dumbleg

Dumbleg merupakan makanan yang berbahan dasar tepung beras, gula merah, dan santan kelapa. Meskipun begitu, ini merupakan makanan yang tidak biasa karena di Kabupaten Nganjuk sendiri, dumbleg hanya ada di Kecamatan Gondang dan Rejoso.
Selain itu ciri khas yang sangat menonjol dan membedakan dumbleg berbeda dari kue-kue lainnnya adalah pelepah pohon pinang yang digunakan untuk membungkusnya. Pelepah pohon pinang ini sendiri berjenis Pinang Jawa. Ini menjadikan rasa dumbleg semakin enak dan gurih.
Ada dua rasa untuk dumbleg. Dumbleg merah untuk rasa gula merah dan dumbleg putih untuk rasa sanaan. Kedua rasa ini tak pernah berubah sejak jaman dulu. Meskipun begitu tak menurunkan minat orang untuk menikmatinya justru semakin kesini semakin bertambah banyak yang ingin untuk menikmatinya karena sejak dulu pula, pembuatan dumbleg tidak pernah menggunakan bahan pengawet.
Hali ini membuktikan bahwa dumbleg memang merupakan jajanan yang benar-benar eksotis yang mampu bertahan ditengah zaman semodern ini. Bahkan sekarang ini bnyak bermunculan berbagai kreasi menu dumbleg. Misalnya dengan diberi parutan kelapa, dicelup ke dalam coklat, ataupun dengan menambahkan keju. Oleh karenanya, sekarang ini dumbleg semakin dikenal luas hingga mancanegara.
Dumbleg adalah jajanan tradisional khas Nganjuk Jawa Timur, tepatnya di daerah kecamatan Gondang dan sekitarnya. Makanan yang unik ini memang mirip pudak (makanan khas Gresik) tapi yang membedakan adalah rasa dan tampilannya. Rasa dumbleg ini manis legit dan bentuknya panjang seperti lontong. Jajanan ini terbuat dari tepung beras, gula jawa & santan yang dibungkus dari pelepah jambe.
Saking tradisionalnya jajanan ini biasa ditemui di kota kecil di Pasar Pon Gondang, bahkan di kota Nganjuk pun susah kita menemukan makanan ini. Bahkan banyak juga (mungkin) orang-orang Nganjuk tidak
begitu banyak mengenal makanan lezat ini. Hal ini karena kurang populernya dan promosi jajanan khas Nganjuk yang unik ini. Bahkan dumbleg kalah populer dengan Tahu Taqwa dari Kediri, Brem dari Madiun
dan Ledre dari Bojonegoro. Hanya Nganjuk dan Jombang (Gupal) yang kurang mempromosikan jajanan khasnya yang unik ini.

Potensi


Potensi

Pariwisata

Kabupaten Nganjuk menjadi salah satu daerah wisata di Jawa Timur memiliki obyek dan daya tarik wisata yang cukup memikat, diantaranya wisata alam, wisata budaya, wisata minat khusus dan wisata sejarah. Dengan adanya fasilitas penunjang kepariwisataan yang lengkap akan mampu memberikan sentuhan, kenangan tersendiri bagi para wisatawan.

Prosesi Jamasan Pusaka

Upacara Sakral jamasan pusaka ini dilaksanakan tiap hari Senin Wage, pada bulan Syuro (menurut penanggalan jawa) di Gedong pusaka Desa Ngliman Kecamatan Sawahan, diikuti oleh masyarakat dan dipandu oleh para sesepuh Desa Ngliman, atraksi kesenian Mungdhe dan reyog biasa meramaikan acara ini.

Museum Anjuk Ladang

Terletak di Kota Nganjuk, sebelah timur Terminal Bus Kota Nganjuk, di dalamnya tersimpan benda (cagar budaya jaman Hindu, Doho dan Majapahit) yang terdapat di daerah Kabupaten Nganjuk. Disamping itu disimpan Prasasti Anjuk Ladang yang merupakan cikal bakal berdirinya Kabupaten Nganjuk. 

Candi Lor

Candi terbuat dari batu bata merah ini terletak di Desa Candi Kecamatan Loceret 5 km ke arah selatan kota Nganjuk, diperkirakan dibangun pada tahun 859 Sak, atau 937 Masehi, terbuat dari batu bata merah. Di sekitar candi inilah ditemukan prasasti Anjuk Ladang.

Candi Ngetos

Candi yang dihiasi dengan kepala kala ini terletak didesa Ngetos atau Atas Angin Kecamatan Ngetos ± 15 km dari selatan pusat Nganjuk. Menurut cerita, candi ini dibangun atas prakarsa raja Majapahit (Hayam Wuruk) yang diperuntukkan sebagai tempat penyimpanan abu jenazanya.

Gua Margo Tresno

Gua yang alam sekitarnya mempunyai panorama pegunungan yang cukup indah dan sejuk terletak di Desa Sugihwaras Kecamatan Ngluyu 35 km arah utara pusat kota Nganjuk. Sangat cocok dikunjungi bagi para petualang. Sejauh 650 m sebelum masuk pintu gua, terdapat kolam Ubalan yang airnya begitu jernih. Luas gua ± 15 x 50 m dan berhubungan dengan Gua Lemah Jeblong. Di sekitar gua terdapat Gua Gondel Bawe dan Gua Pawon.

Masjid Al Mubarok & Makam Kanjeng Jimat

Masjid kuno yang memiliki mimbar dan bedug buatan tahun 1759 ini berlokasi di Kecamatan Berbek ± 10 km arah selatan Kota Nganjuk. Di komplek masjid ini terdapat makam Kanjeng Jimat (Krt. Sosro koesoemo I) bupati Nganjuk yang pertama. Tiap malam Jum’at legi ramai dikunjungi para peziarah.
  

Klenteng Hok Yoe Kiong

Klenteng Hok Yoe Kiong atau tempat peribadatan Tri Darma terletak pada kilometer 5 (lima) sebelum masuk kota Nganjuk, tepatnya di jalan raya Surabaya dekat pasar sentra bawang merah.
  

Kompleks Monumen Dr. Sutomo

Monumen yang menempati tanah seluas ± 3,5 ha, merupakan tempat kelahiran Dr. Sutomo (pendiri Boedi Oetomo). Secara keseluruhan, kompleks bangunan ini terdiri dari patung Dr. Soetomo dalam posisi duduk dan sedang membuka buku, menggambarkan beliau seorang cendekiawan yang sedang memperdalam ilmu pengetahuan. Tinggi patung ± 4m, kemudian pendopo induk berbentuk joglo berukuran 20 x 20 m yang pada hari-hari tertentu dimanfaatkan untuk rapat/pertemuan, sarasehan, pentas atraksi kesenian, tempat rekreasi dan perkemahan.

Taman Rekreasi Anjuk Ladang

Taman Rekreasi Anjuk Ladang (TRAL) merupakan salah satu tempat rekreasi keluarga yang tidak jauh dari pusat kot, yakni sekitar 2 km arah selatan kota Nganjuk. TRAL menempati areal yang cukup luas dan lokasinya bersebelahan dengan stadion olah raga Anjuk Ladang. Fasilitas yang tersedia di sana meliputi aneka mainan anak-anak, panggung hiburan, kereta kelinci, arena becak mini, kolam renang, sepeda air, jogging track, camping ground, kuda tunggangan dan lain-lain. Untuk kenyamanan pengunjung, juga dilengkapi dengan pojok pujasera yang menyediakan aneka macam makanan dan minuman yang harganya cukup terjangkau.




 

Air Terjun Sedudo

Air Terjun Sedudo adalah sebuah air terjun dan obyek wisata yang terletak di Desa Ngliman Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Jaraknya sekitar 30 km arah selatan ibukota kabupaten Nganjuk. Berada pada ketinggian 1.438 meter dpl, ketinggian air terjun ini sekitar 105 meter. Tempat wisata ini memiliki fasilitas yang cukup baik, dan jalur transportasi yang mudah diakses.
Masyarakat setempat masih mempercayai, air terjun in memiliki kekuatan supra natural. Lokasi wisata alam ini ramai dikunjungi orang pada bulan Suro (kalender Jawa). Konon mitos yang ada sejak zaman Majapahit, pada bulan itu dipercaya membawa berkah awet muda bagi orang yang mandi di air terjun tersebut.
Setiap Tahun Baru Jawa, air terjun Sedudo dipergunakan untuk upacara ritual, yaitu memandikan arca dalam upacara Parna Prahista, yang kemudian sisa airnya dipercikan untuk keluarga agar mendapat berkah keselamatan dan awet muda. Hingga sekarang pihak Pemkab Nganjuk secara rutin melaksanakan acara ritual Mandi Sedudo setiap tanggal 1 Suro.
 

Kebudayaan


Kebudayaan

Penduduk di Kabupaten Nganjuk mayoritas (98,98%) memeluk agama Islam. Penduduk beragama Kristen Katolik sebesar 0,93%, beragama Kristen Protestan 0,06%, Beragama Hindu 0,04% dan Lain-lain kepercayaan sebesar 0,08%.

Tradisi Mandi Sedudo Dan Mandi Pusaka

Pada masa lampau, kawasan Sedudo merupakan tempat pertapaan Ki Ageng Ngaliman, tokoh pelopor penyebaran agama Islam di Nganjuk. Sebagai penghormatan atas jasa-jasanya, maka setiap bulan Suro sebuah upacara ritual selalu digelar. Ritual yang diberin nama pengambilan Air Sedudo itu diisi dengan acara iring-iringan gadis berambut panjang yang berbusana adat Jawa, berjalan perlahan menuju kolam yang berada tepat di bawah air terjun.
Mereka percaya, air yang mengalir tak henti-hentinya mengalir di Sedudo, bersumber dari tempat keramat, yakni tempat di mana para dewa bersemayam. Tak heran, ketika malam tahun baru Hijriyah 1 Muharram, atau biasa dikenal malam 1 Suro oleh masyarakat Jawa, ribuan pengunjung selalu memadati Sedudo. Di tengah dinginnya air terjun Sedudo, mereka mandi beramai-ramai di kolamnya.
Aspek sejarah lain, khususnya tentang pemanfaatan Sedudo oleh kalangan raja dan ulama di zaman Kerajaan Majapahit dan kejayaan Islam, sangat mempengaruhi kepercayaan masyarakat tentang khasiat air terjun tersebut. Di jaman Majapahit Sedudo sering digunakan untuk mencuci senjata pusaka milik raja dan patih dalam Prana Pratista. Sementara di zaman kerajaan Islam, Sedudo sangat dikenal sebagai kawasan pertapaan Ki Ageng Ngaliman. Maka dari itupula, ritual memandikan pusaka juga selaly diadakan di kawasan air terjun Sedudo ini.

Kesenian Tari Tayub

Tari Tayub atau biasa disebuk Tayuban adalah kesenian tradisional Jawa, dengan memperlihatkan unsur keindahan dan keserasian gerak. Unsur keindahan dalam Tayuban ini juga diikuti dengan kemampuan penari dalam melakonkan tari yang di bawakan. Tayuban biasa di pertunjukkan pada acara pernikahan, khitanan dan acara - acara kebesaran seperti 17 Agustus, perayaan kemenangan pemilihan kepala desa atau acara bersih desa.
Anggota penari Tayuban terdiri dari sinden, penata gamelan dan penari yang biasanya adalah wanita. Penari tarian tayub lebih dikenal dengan inisiasi ledhek. tari tayub merupakan tarian pergaulan yang disajikan untuk menjalin hubungan sosial masyarakat. pada saat menarikan tari tayub sang penari wanita yang disebut ledek mengajak penari pria dengan cara mengalungkan selendang yang disebut dengan sampur kepada pria yang diajak menari tersebut.

Waranggana
Nganjuk Waranggana adalah upacara kelulusan penyanyi dan penari tayub yang telah menyelesaikan belajar. Upacara ini diadakan di sanggar tari Tayub dari, Ngrajeg, Sambirejo, Tanjunganom, Nganjuk. Upacara ini biasanya diadakan setiap tahun di bulan Besar (bulan Jawa).

Sejarah


Sejarah

Dari berbagai sumber sejarah diketahui bahwa, disekitar tahun 929 M, di Nganjuk, tepatnya di Desa Candirejo Kecamatan Loceret, telah terjadi pertempuran hebat antara prajurit Pu Sendok, yang pada waktu itu bergelar Mahamantri I Hino (Panglima Perang) melawan bala tentara Kerajaan Melayu/Sriwijaya.
Sebelumnya pada setiap pertempuran, mulai dari pesisir Jawa sebelah barat hingga Jawa Tengah kemenangan senantiasa ada dipihak bala tentara Melayu. Kemudian pada pertempuran berikutnya, di daerah Nganjuk, bala prajurit Pu Sendok memperoleh kemenangan yang gilang gemilang. Kemenangan ini tidak lain karena Pu Sendok mendapat dukungan penuh dari rakyat desa-desa sekitarnya. Berkat keberhasilan dalam pertempuran tersebut, Pu Sendok dinobatkan menjadi Raja dengan gelar Sri Maharaja Pu Sendok Sri Isanawikrama Dharmatunggadewa.
Kurang lebih delapan tahun kemudian, Sri Maharaja Pu Sendok tergugah hatinya untuk mendirikan sebuah tugu kemenangan atau Jayastamba dan sebuah Candi atau Jayamerta. Dan terhadap masyarakat desa sekitar candi, karena jasa- jasanya didalam membantu pertempuran, oleh Pu Sendok diberi hadiah sebagai desa perdikan atau desa bebas pajak dengan status sima swatantra :ANJUK LADANG”. Anjuk berarti tinggi, atau dalam arti simbolis adalah : mendapat kemenangan yang gilang gemilang; Ladang berarti tanah atau daratan. Sejalan dengan perkembangan zaman kemudian berkembang menjadi daerah yang lebih luas dan tidak hanya seke­dar sebagai sebuah desa.
Sedangkan perubahan kata “ANJUK” menjadi Nganjuk, karena proses bahasa, atau merupakan hasil proses perubahan morfhologi bahasa, yang menjadi ciri khas dan struktural bahasa Jawa. Perubahan kata dalam bahasa Jawa ini terjadi karena : gejala usia tua dan gejala informalisasi, disamping adanya kebiasaan menambah konsonan sengau “NG” (nasalering) pada lingga kata yang diawali dengan suara vokal, yang menunjukkan tempat. Hal demikian inilah yang merubah kata “ANJUK” menjadi “NGANJUK”.
Berdasarkan penelitian L.C Damais, angka tahun yang tertera pada prasasti Candi Lor adalah tanggal 12 bulan Caitra tahun 859 Caka atau bertepatan dengan tanggal 10 April 937 M. Kalimat yang menunjuk angka tahun tersebut berbunyi : “SWASTI QAKAWARSATITA 859 CAITRAMASA TITHI DWADASIKRSNAPAKSA”. Yang jika diterjemahkan, kurang lebih berbunyi : Selamat Tahun Saka telah berjalan 859 Tahun Pertengahan pertama bulan Caitra tanggal 12″.
Berdasarkan kajian dan analisis sejarah inilah, maka tanggal 10 April 937 M disepakati sebagai hari Jadi Nganjuk, selanjutnya dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Nganjuk Nomor : 495 Tahun 1993 ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Nganjuk.

Geografis dan Demografis

Geografi                                                                                                                      

Kabupaten Nganjuk terletak antara 11105' sampai dengan 112013' BT dan 7020' sampai dengan 7059' LS. Luas Kabupaten Nganjuk adalah sekitar ± 122.433 Km2 atau 122.433 Ha yang terdiri dari atas:
  • Tanah sawah 43.052.5 Ha
  • Tanah kering 32.373.6 Ha
  • Tanah hutan 47.007.0 Ha

Dengan wilayah yang terletak di dataran rendah dan pegunungan, Kabupaten Nganjuk memiliki kondisi dan struktur tanah yang cukup produktif untuk berbagai jenis tanaman, baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan sehingga sangat menunjang pertumbuhan ekonomi dibidang pertanian. Kondisi dan struktur tanah yang produktif ini sekaligus ditunjang adanya sungai Widas yang mengalir sepanjang 69,332 km dan mengairi daerah seluas 3.236 Ha, dan sungai Brantas yang mampu mengairi sawah seluas 12.705 Ha.
Jumlah curah hujan per bulan selama 2002 terbesar terjadi pada bulan Januari yaitu 7.416 mm dengan rata-rata 436 mm. Sedangkan terkecil terjadi pada bulan November dengan jumlah curah hujan 600 mm dengan rata-rata 50mm. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober tidak terjadi hujan sama sekali.

Demografi

Penduduk Kabupaten Nganjuk pada tahun 2007 sebanyak 1.063.555 jiwa, mengalami pertumbuhan 2,30 % dari tahun 2006 atau sebanyak 20.052 jiwa, dengan perincian 526.337 jiwa penduduk laki-laki dan 537.218 jiwa penduduk perempuan. Sex ratio Kabupaten Nganjuk pada akhir tahun 2007 sebesar 97,97% yang berarti bahwa untuk 100 penduduk perempuan terdapat 97 penduduk laki-laki.
Meningkatnya jumlah penduduk pada tahun 2006 disebabkan beberapa faktor salah satunya adalah kelahiran dan migrasi penduduk. Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Nganjuk 869 jiwa per km2. Persentase penduduk terbesar berada di Kecamatan Tanjung Anom yaitu 10,55 jiwa per km2. Sedangkan kepadatan penduduk paling sedikit berada di Kecamatan Ngluyu, yaitu 168 jiwa per km2

Kabupaten Nganjuk


Kabupaten Nganjuk adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia dengan ibukotanya di Nganjuk. Kabupaten ini berbatasan dengan Kanupaten Bojonegoro di utara, Kabuipaten Jombang di timur, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Ponorogo di selatan, serta Kabupaten Madiun di barat. Nganjuk juga dikenal dengan julukan Kota Angin.